Ngopi Sendiri di Hutan: Menemukan Diri Tanpa Sinyal

🔀 Read in English 🇬🇧

Selamat Datang di Expena (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)

Ngopi Sendiri di Hutan: Menemukan Diri Tanpa Sinyal

Aku nggak tahu persis sejak kapan notifikasi di HP terasa lebih berisik dari suara motor lewat depan rumah. Tapi suatu hari, jari ini ngetik sendiri: “break dulu ya” ke grup kerja. Lalu aku ambil termos, nyeduh kopi, masukin ke tas bareng jaket tipis dan... yaudah, jalan aja ke arah hutan kecil di pinggiran kota.

Bukan hutan lebat ala film survival, cuma barisan pohon yang agak males ditebang karena kebetulan nggak ganggu pembangunan. Tapi anehnya, tempat itu kayak punya volume-nya sendiri. Begitu kaki masuk ke tanah agak becek itu, suara dunia luar kayak... ngecil. Kayak kita dikurung di gelembung — tapi gelembung damai.

Aku duduk di bawah pohon yang nggak tahu namanya. Keluarkan termos, tuang pelan-pelan. Uapnya naik pelan, aroma pahit yang familiar langsung nyerang hidung. Tapi kali ini beda. Biasanya kopi adalah teman begadang, penopang deadline, atau alasan buat numpang Wi-Fi di kafe. Tapi hari itu, kopi cuma... teman. Tanpa tugas. Tanpa embel-embel produktif.

Ada momen sunyi yang aneh. Kepala ini — yang biasanya ribut kayak pasar — malah diem. Nggak mikirin kerjaan. Nggak ngulang percakapan awkward kemarin. Nggak ngebayangin masa depan yang belum tentu kejadian. Cuma diem. Nyeruput pelan. Nonton daun jatuh.

Kamu pernah nggak sih... ngerasa kayak hidup ini tuh terlalu sibuk buat nanya, “Lagi kenapa?” ke diri sendiri? Aku sering. Bahkan sampai lupa terakhir kali diem tanpa harus cari distraksi. Tapi ternyata, jawabannya bisa sesederhana: duduk dan minum kopi sendiri di tengah hutan.

Apakah itu penyembuhan? Aku nggak tahu. Aku juga nggak sok spiritual. Tapi yang pasti, setelah hari itu, ada yang berubah. Bukan jadi bijak atau jadi lebih produktif. Tapi jadi lebih... hadir. Nggak selalu siaga. Nggak selalu sibuk jadi versi terbaik. Kadang cukup jadi versi asli. Versi yang diem, haus, dan lagi minum kopi di tanah basah.

Kalau kamu baca ini sambil buka 7 tab sekaligus, mungkin ini saatnya nutup semuanya — dan nyeduh kopi. Nggak usah ke hutan dulu. Balkon juga boleh. Tapi janji ya, HP-nya ditinggal bentar aja. Siapa tahu, kamu bisa nemuin versi kamu yang udah lama nungguin diem-diem.

Dan kalau kamu tanya, “Apa yang aku dapet dari ngopi sendiri di hutan?” Jawabanku mungkin absurd: rasa damai yang bentuknya kayak uap panas dari gelas kopi. Nggak bisa ditangkap, tapi terasa banget.


Welcome to Expena (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)

Solo Coffee in the Woods: Finding Yourself Without Signal

I’m not exactly sure when phone notifications started feeling louder than motorbikes outside. But one random morning, my fingers typed “taking a break” to the work group chat. Then I packed a thermos of coffee, tossed in a light jacket, and just... walked into the small forest near the edge of town.

It’s not some wild, cinematic jungle. Just a clump of trees that somehow got ignored by construction projects. But stepping into it felt like entering a different audio setting. The world outside? Muted. The trees? Whispering. Like nature handed me a personal silence bubble.

I sat under a tree I couldn’t name. Unscrewed the thermos, poured slowly. The steam curled upward, and that bitter, familiar scent hit my face. But it wasn’t the usual coffee moment — not a deadline savior, not a reason to crash in a café for Wi-Fi. Just... coffee. With no job to do. No side hustle vibe. Just company.

Then came this weird silence. My head — usually a marketplace of thoughts — just... stopped. No worries about work. No replay of awkward convos. No mental trailers of a future I may or may not live. Just quiet. Sipping slowly. Watching leaves fall.

Ever feel like life’s been too busy for a simple “Hey, how are you?” — to yourself? I’ve been there. Forgot how to pause without distraction. But sometimes, answers show up when you sit and drink coffee alone, surrounded by trees who don’t care about your deadlines.

Was it healing? No idea. I’m not some spiritual guru. But something shifted that day. Not wiser. Not more productive. Just more... here. Less on alert. Less obsessed with being the “best version.” Sometimes, it’s enough to be the original version. The one who sits quietly on wet ground with a warm drink.

If you’re reading this while juggling 7 browser tabs — maybe this is your cue to close them. Brew something. You don’t need a forest. The balcony works too. Just... leave your phone inside, even if it’s just for 10 minutes. Maybe that version of you — the quiet one — is waiting.

And if you ask, “What did I gain from solo coffee in the woods?” My answer might sound weird: peace that feels like steam rising from a cup. You can’t catch it — but you’ll know when it’s there.

Posting Komentar untuk "Ngopi Sendiri di Hutan: Menemukan Diri Tanpa Sinyal"