Ngobrol Sama Angin di Bukit: Ketika Alam Lebih Pendengar Daripada ChatGPT
🔀 Read in English 🇬🇧
Selamat Datang di Expena (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)
Ngobrol Sama Angin di Bukit: Ketika Alam Lebih Pendengar Daripada ChatGPT
Kadang kita butuh seseorang buat dengerin, tapi yang kita punya cuma sinyal bar satu dan notifikasi Shopee. Gue inget banget satu sore di kampung, waktu semuanya rasanya terlalu berat. Bukan karena masalah gede sih, tapi karena numpuk — kayak cucian piring yang udah tiga hari nggak dicuci tapi lo pura-pura nggak lihat.
Akhirnya gue jalan ke bukit belakang rumah nenek. Nggak tinggi, nggak terkenal juga. Nggak ada spot selfie, nggak ada warung kopi estetik. Tapi di situ... angin bunyinya beda. Kayak dia bilang, “Sini, cerita aja.”
Gue duduk, diem, nggak buka HP. Diem doang. Awalnya gelisah, kayak ada yang kurang. Tapi lama-lama, kepala yang biasanya rame malah jadi sunyi. Ada suara jangkrik, daun gesek-gesekan, terus napas sendiri yang baru sadar: “Oh, gue masih hidup ya.”
Pernah nggak sih lo ngerasa obrolan paling jujur justru waktu lo sendirian? Nggak ada orang buat impress, nggak ada caption yang harus difikirin, nggak ada angka viewers. Cuma lo, sama angin.
Dan gue sadar, bukan anginnya yang pinter dengerin. Tapi karena akhirnya kita dengerin diri sendiri. Sesuatu yang susah banget dilakukan pas semua orang sibuk jadi konten kreator, bahkan untuk hidupnya sendiri.
Di situ gue belajar satu hal: kadang solusi bukan di “cari”, tapi ditungguin sambil diem. Kayak sinyal yang ilang, tapi tiba-tiba nongol lagi pas kita udah nggak ngarep.
Bukit itu nggak menyembuhkan gue. Tapi dia ngingetin gue buat berhenti sok kuat. Nggak semua hal harus dilawan. Kadang cukup diam. Dengerin. Biarkan angin yang kerja.
Kalau sekarang lo lagi lelah banget, mungkin bukan karena dunia jahat. Mungkin lo cuma belum sempat duduk dan nanya ke diri sendiri, “Lo kenapa, bro?”
Dan kalau bisa, carilah bukit. Atau sawah. Atau kursi kayu di bawah pohon. Apapun yang bikin lo diem — bukan karena bingung, tapi karena akhirnya tenang.
Nggak ada sinyal di sana, tapi mungkin lo bisa nyambung lagi... sama diri lo yang dulu pernah bahagia cuma karena lihat langit berubah warna.
Welcome to Expena (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)
Talking to the Wind on a Hill: When Nature Listens Better Than ChatGPT
Sometimes, you just need someone to listen — but all you’ve got is one bar of signal and a bunch of Shopee notifications. I still remember that one afternoon back in the village. Everything felt too much. Not because something big happened, but because it all piled up — like dirty dishes you ignore for days hoping they wash themselves.
So I walked to the hill behind grandma’s house. It’s not tall, not famous either. No selfie spots, no aesthetic coffee stands. But the wind there? It sounded different. Like it was saying, “Go on, talk.”
I sat. Did nothing. Didn’t open my phone. Just sat there. At first it felt weird, like something was missing. But slowly, my normally chaotic mind got quiet. There were crickets, rustling leaves, and my own breath reminding me: “Oh... I’m still alive.”
Have you ever felt that the most honest conversations happen when you’re alone? No one to impress, no captions to write, no view counts to worry about. Just you, and the wind.
And I realized — it’s not the wind that’s good at listening. It’s that we finally listen to ourselves. Something that’s become so hard when everyone’s too busy being a content creator — even of their own lives.
That hill didn’t heal me. But it reminded me to stop pretending to be strong. Not everything needs to be fought. Sometimes, just sit. Listen. Let the wind do its job.
If you’re tired right now, maybe it’s not the world being cruel. Maybe you just haven’t sat down and asked yourself, “Hey man, what’s going on with you?”
And if you can, find a hill. Or a rice field. Or a wooden bench under a tree. Anything that lets you sit still — not because you’re lost, but because you’ve finally found some quiet.
There’s no signal up there, but maybe — just maybe — you’ll reconnect with the version of you who used to be happy just watching the sky change colors.
Posting Komentar untuk "Ngobrol Sama Angin di Bukit: Ketika Alam Lebih Pendengar Daripada ChatGPT"
Posting Komentar