Tumbuhan Endemik Indonesia yang Hampir Terlupakan: Mengenal Ulin, Eboni, dan Merbau
Selamat Datang di EXPENA (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)
Tumbuhan Endemik Indonesia yang Hampir Terlupakan: Mengenal Ulin, Eboni, dan Merbau
Pernah dengar pohon yang bisa bikin paku berkarat? Atau kayu yang begitu hitam, hingga lebih cocok dipajang di museum daripada dijadikan meja? Atau pohon yang katanya cuma bisa tumbuh kalau dia suka tempat itu—kayak manusia yang introvert? Well, selamat datang di dunia aneh tapi nyata: dunia pohon-pohon endemik Indonesia yang perlahan-lahan dilupakan, padahal mereka... penting banget.
Aku mulai tertarik sama tumbuhan ini bukan dari buku biologi SMA (yang jujur aja bikin ngantuk), tapi dari obrolan random sama seorang bapak penjaga hutan di Kalimantan. Dia bilang, “Kalau kamu bisa liat pohon Ulin yang masih muda sekarang, itu berarti kamu beruntung.” Dan itu ngena banget. Kayak lagi ngomongin unicorn.
Ulin: Si Baja dari Hutan Tropis
Ulin (Eusideroxylon zwageri) bukan pohon sembarangan. Dia dijuluki “kayu besi” karena sekeras itu. Saking kerasnya, kayu ini bisa bikin gergaji industrial nangis. Dulu dipakai buat jembatan, tiang listrik, sampai kapal. Sekarang? Mau nemu pohon Ulin aja udah kayak nyari mantan yang udah move on dan ganti nama.
Ulin itu slow grower. Pelan banget tumbuhnya. Kayak kakek-kakek yang jalan pelan di trotoar tapi ternyata dulu dia atlet maraton. Ulin butuh puluhan tahun buat bisa besar. Makanya, sekali ditebang… ya bye. Belum tentu bisa tumbuh lagi di tempat yang sama.
Ironisnya, semakin dia langka, semakin mahal harganya. Dan semakin mahal, semakin diburu. Ini semacam kutukan bagi spesies eksotis. Apresiasi manusia baru muncul ketika hampir punah. Sama kayak cinta yang disadari setelah kehilangan. Klise? Ya. Tapi nyata.
Eboni: Hitam, Anggun, Misterius
Pohon Eboni (Diospyros celebica) adalah ratu gothic dari Sulawesi. Kayunya hitam pekat, halus, dan indah banget. Orang barat nyebutnya “macassar ebony”, dan para kolektor furnitur mewah menjadikannya holy grail.
Aku pernah megang potongan kecil kayu Eboni—warisan dari kakek seorang teman. Rasanya kayak megang benda sakral. Berat. Dingin. Dan penuh cerita. Tapi tahu nggak? Untuk dapetin sepotong itu, bisa jadi satu pohon raksasa ditebang. Karena eboni itu picky, hanya bagian tengah (heartwood)-nya yang hitam. Sisanya… “tak cukup cantik,” kata pasar.
Bayangin kamu jadi pohon, tumbuh ratusan tahun, cuma buat diambil bagian hatimu yang kecil itu. Sedih kan? Tapi ya itulah manusia. Kita suka yang eksotis, tapi nggak sabaran buat nunggu.
Merbau: Sang Penjaga Hutan Pesisir
Merbau (Intsia bijuga) mungkin nggak sepopuler Eboni atau sekeras Ulin, tapi dia penting. Penting banget. Merbau banyak ditemukan di Papua dan Maluku, dan dia itu master of adaptation. Bisa tumbuh di tanah kering, pantai, sampai lahan basah. Kalau hutan punya superhero, Merbau itu Batman-nya—diam-diam menjaga, kuat, nggak banyak drama.
Tapi ya begitu. Karena kuat dan “berguna”, dia jadi korban. Kayunya dipakai untuk parket lantai, jembatan, bahkan barang branded yang nggak pernah dibilang “oh ini dari Merbau ya?”. Selalu dijual dengan nama keren, tapi lupa asalnya dari mana.
Aku jadi mikir, kenapa kita nggak pernah diajarkan untuk kenalan sama pohon? Kita diajarin nama-nama benua, samudra, bahkan nama bintang. Tapi pohon di halaman belakang? Lupa. Pohon yang menjaga tanah nenek moyang? Nggak kenal.
Kenapa Ini Penting (Selain Biar Nggak Kiamat)
Aku nulis ini bukan karena aku ahli botani. Aku cuma orang biasa yang suka jalan ke hutan dan ngerasa bersalah waktu sadar kita semua bagian dari sistem lupa-melupakan. Kalau kita bisa kenal BTS sama karakter Genshin, masa iya nggak bisa hafal nama tiga pohon ini?
Mereka bukan cuma “pohon”. Mereka penyimpan air, penjaga tanah, rumah buat burung dan serangga, dan penenang visual buat kita yang burnout sama spreadsheet dan zoom meeting. Mereka perlu kita rawat, kita bicarakan, kita arsipkan. Bukan biar keren, tapi biar anak cucu kita tahu: kita pernah hidup bersama mereka.
Kalau kamu punya komunitas, punya ruang belajar, punya jaringan, ayo angkat cerita ini. Bikin lokal jadi viral. Bikin hutan bukan cuma latar foto estetik, tapi rumah yang kita bela.
Catatan Terakhir (atau Awal?)
Aku nggak tau tulisan ini bakal nyampe ke siapa. Tapi kalau kamu baca sampai sini, mungkin kita punya keresahan yang sama. Mari kita mulai dari mengenal, lalu menjaga. Mungkin suatu hari nanti, anak kita bakal nunjuk pohon Ulin dan bilang, “Itu temennya Papa waktu muda ya?”
Welcome to EXPENA (Expedisi Penikmat Alam Nusantara)
Trees We Forgot: The Quiet Giants of Ulin, Eboni & Merbau
Ever touched a wood so dense it sinks in water? Or seen a tree so slow to grow it makes a snail look hyperactive? Welcome to the awkward-but-epic world of Indonesia’s endemic trees—Ulin, Eboni, and Merbau—quiet, old, forgotten, but oh so vital.
My first encounter wasn’t in a lab or fancy eco-seminar. It was during a hike, and a forest guard in Borneo muttered something that hit me: “If you see a young Ulin today, consider yourself lucky.” Like finding a unicorn. Only woodier.
Ulin: The Steelwood of the Tropics
Ulin (Eusideroxylon zwageri) is known as Bornean ironwood. It doesn’t just sound tough. It is. It rusts nails. Industrial saws cry trying to cut it. Once used for bridges, docks, and temples. Now? Try finding a young Ulin... it's like swiping right and the match says “I’m married to conservation.”
It grows absurdly slow. Like, meditative monk slow. It takes decades to mature. One cut? That’s potentially centuries undone. And the kicker? The rarer it gets, the more people want it. Ah, humans. Classic.
Eboni: The Gothic Queen of Sulawesi
Eboni (Diospyros celebica) is basically a black pearl in tree form. Jet-black hardwood, smooth, luxurious. Internationally hyped as "Macassar Ebony." But here's the catch: only the heartwood is black. The rest? Rejected. Not pretty enough. Brutal.
So a massive, ancient tree is chopped just for a sliver of its heart. That kind of selective love feels... gross. And sad. But you know, black sells.
Merbau: The Coastal Guardian
Merbau (Intsia bijuga) is the overlooked superhero. Found in Papua and Maluku, it adapts to dry lands, mangroves, beaches. Strong, humble, coastal. It’s used for flooring, bridges, designer furniture—but rarely credited by name. Classic invisibility of the useful.
Merbau is the kind of tree that protects while staying low-key. The Batman of tropical forests.
Why This Matters (Besides the World Ending)
This isn’t a botany lecture. It's a love letter to forgotten roots. These trees are part of the soul of the forest. They store water, hold soil, feed birds, and heal our burnout. They deserve to be known, named, and defended.
If you run a community, have students, or just love walks in the woods—tell these stories. Let’s go from forgotten to remembered. From rare to revered.
Final (or First?) Note
I don’t know if this will go viral or vanish. But if you made it here, maybe you care too. Let’s start by remembering. Maybe someday, a kid will point to a giant Ulin and say, “Was that your friend, dad?” And maybe we’ll nod. Because it was.
Posting Komentar untuk "Tumbuhan Endemik Indonesia yang Hampir Terlupakan: Mengenal Ulin, Eboni, dan Merbau"
Posting Komentar